Monday, October 6, 2008

Gurihnya Sate Moro Seneng


MEMASUKI Warung Sate Moro Seneng di Jalan Sukorame Semanding Banggle,aroma harum daging kambing yang dibakar langsung menyergap hidung. Perut yang sedari subuh belum terisi pun langsung keroncongan.

Rabu (24/9) sekitar pukul 17.00, beberapa pembeli sudah menempati kursi dan meja di Warung Moro Seneng. Mereka rupanya ingin berbuka puasa dengan menyantap sate di warung tersebut. ”Kalau datang mendekati magrib, saya khawatir kehabisan sate,” kata salah seorang di antara mereka.

Di depan meja mereka, tiga piring sate, tiga piring gulai, tiga piring nasi, setoples acar, dan beberapa gelas minuman sudah tersaji rapi. Aromanya menguap ke udara, tertangkap hidung, dan memicu keluarnya air liur. Sungguh ini godaan bagi orang yang sedang berpuasa.

Pada jam yang sama, sejumlah pembeli datang dan pergi mengambil pesanan sate atau gulai. Kebanyakan dari mereka membeli minimal dua porsi untuk dinikmati bersama keluarga di rumah. Ada pula yang membeli berporsi-porsi untuk sajian acara tertentu. ”Mereka memesan lewat telepon sejak pagi dan siang hari,” ujar Pak Slamet (57), Rabu sore.

Di luar bulan Ramadhan, warung sate yang buka mulai pukul 11.00 hingga 21.00 ini ramai pada jam makan siang. Pembeli harus rela antre sekadar untuk mencicipi satu porsi sate.

Sate Moro Seneng ( Pak Slamet ) memang istimewa. Daging kambing yang disate terasa lembut dan pas matangnya. Dari sepuluh tusuk sate (1 porsi) yang saya santap sore itu, tidak ada satu tusuk pun yang dagingnya hangus.

Rasa satenya pun pas, tidak terlalu manis, terlalu asin, atau terlalu gurih. Pembeli rasanya tidak perlu menambah garam atau kecap. Cukup menambah air jeruk limau dan sambal bagi yang suka pedas.

Sate itu terasa lebih nikmat jika dibubuhi bumbu kacang yang gurih dan kental. Pak Slamet sempat membocorkan sedikit rahasia dapurnya. ”Saya menggunakan kacang tanah, kacang mete, dan kemiri untuk bumbu sate. Makanya, bumbunya gurih,” jelas dia.

Cara menyembelih

Keistimewaan lain, sate Pak Slamet(Moro Seneng ) sama sekali tidak berbau kambing meski bahan bakunya 100 persen daging kambing. ”Ada pelanggan saya yang tadinya sama sekali tidak doyan daging kambing, tetapi setelah mencicipi sate kambing saya jadi ketagihan,” kata Pak Slamet.

Orang yang dimaksud itu namanya Udin, warga Kel.Kanigoro, Udin mengaku, awalnya dia mencicipi satu-dua tusuk sate. ”Sekarang kalau tidak makan satu porsi plus satu mangkuk gulai, rasanya kurang puas,” kata dia.

Bagaimana bau daging kambing bisa dihilangkan? Pak Slamet mengatakan, itu bergantung pada cara menyembelih. Namun, dia tidak bisa menjelaskan maksudnya lebih lanjut. ”Itu sulit dijelaskan, tetapi harus dipraktikan,” kata dia.

Selama berjualan sejak tahun 1983-an, Pak Slamet memilih menyembelih kambing sendiri.Dan Saya Memang Punya Andalan Ya itu Bapak Saya,beliau Kalau Menyembelih Kambing,weh Jagonya.nggak ada bau ”Saya tidak pernah membeli daging kambing dari orang lain,” ujarnya.

Dalam sehari, Pak Slamet menyembelih satu atau dua kambing. Jika banyak pesanan, Khususnya Pada Musim Hajatan Dan Banyak Yang Memesan untuk acara hajatan,weh sibuknya minta ampun ,dia bisa menyembelih 10 kambing. ”Makanya, ane mungkin orang yang paling berdosa sama kambing. Tiap hari kerjanya motong kambing melulu,” ujarnya sambil terkekeh.

Selain sate, Warung Pak Slamet juga menyediakan menu gulai dan sop kambing. Belakangan, Pak Slamet juga menyediakan ikan bakar dan ayam bakar. Kalau Anda beruntung, kadang Pak Slamet memberi bonus sayur asem Khas Manding yang alamak....

Harga makanan di warung itu tidak sampai menguras kantong. Seporsi sate dijual Rp 15.000, (sepiring nasi,10 tusuk sate,segelas,bisa kopi,es tah,atau es jeruk juga bisa minta extra jos). gulai atau sop Rp 5000, . Pak Slamet mengaku, jika dia memotong satu kambing, omzetnya sekitar Rp 1 juta per hari. Jika memotong, dua kambing omzetnya bisa mencapai Rp 2 juta hingga Rp 4 juta.

Sejak tahun 1983

Usaha warung sate tersebut dirintis Oleh Ayah Mertua Pak Slamet ( ayahnya Bu Ana ), tahun 1990. Warung sate itu sejak dulu berlokasi di Jalan Raya Kanigoro, tidak jauh dari POM Bensin. Warung itu kemudian di Pindah ke Daerah Utara Kanigoro,tepatnya di Dusun semanding pada tahun 1983-an. Dia lupa Bulan berapa persisnya.Alasannya,Pelanggan yang datang kebanyakan dari daerah utara ,jadi dari pada pelanggan yang kejauhan,warungnya saja yang pindah.

Pak Slamet sangat bersyukur warungnya bisa bertahan tahun tahunan. Dari warung inilah, dia bisa hidup tenang bersama istrinya dan membiayai hidup keluarga.